Skip to main content

Dimensi Etika Politik dan Pemerintahan ( Bagian Pertama )

 


Dimensi Etika Politik dan Pemerintahan (Bagian Pertama)
Oleh : Achmad Charris Zubair – Penasihat ASYB Alumni SMA Yogyakarta Bersatu
.
Etika Politik dan Pemerintahan merupakan salah satu aspek normatif dan faktual dari realitas pemerintahan.
.
Pendahuluan
.
Binatang mempunyai “kelebihan” dibandingkan dengan makhluk lain. Kelebihan tersebut adalah naluri yang sangat didukung oleh kemampuan fisik binatang tersebut dalam rangka kelangsungan hidupnya. Organ tubuh seekor rusa misalnya telah menyesuaikannya untuk hidup di padang rumput, dan organ seekor kera telah mencocokkannya untuk hidup di antara pohon-pohon.
.
Meskipun gerak binatang jauh lebih tidak terikat dibandingkan tumbuh-tumbuhan, tetapi sesungguhnya binatang juga merupakan makhluk yang hidup dalam simbiosis kuat dengan alam. Binatang membutuhkan dan mengharapkan hal-hal sangat tertentu dari alam, seperti lingkungan, makanan, perlindungan, kebersamaan dengan jenisnya, dan mencari secara aktif untuk memperolehnya dan untuk meloloskan diri dari ancaman atas hidup dan kelangsungan kehidupan. Kedudukannya terhadap lingkungannya bersifat stabil, terikat, dan tidak bebas; bi­natang tidak pernah memiliki pilihan hidup (Kleden 1987:142-143). Sehingga binatang akan punah apabila habi­tatnya rusak.
.
Di satu sisi binatang diciptakan untuk ‘siap pakai’ tetapi di sisi lain binatang tidak disiapkan untuk memanipulasi habitatnya. Karena itu setiap gerak dan aktifitas binatang bersifat alamiah. Oleh karena itu tidak ada baik buruk, benar salah dalam gerak atifitas binatang. Binatang tidak menyadari perlunya moralitas dan tidak memerlukan moralitas.
.
Manusia memang secara prinsipial juga memiliki pengeta­huan naluriah. Tetapi untuk mempertahankan mengada dan kelangsungan hidupnya, baik secara pribadi maupun secara sosial, manusia tidak cukup hanya mengandalkan pengeta­huan naluriahnya yang cenderung bersifat natural spontan. Di samping itu nalurinya juga tidak sepenuhnya didukung oleh kemampuan fisik yang tepat sebagaimana pada binatang, dan oleh karena itu tidak pernah ada manusia yang “siap jalan” dalam hubungannya dengan alam yang “siap pakai” (Bakker dan Charris 1990: 23).
.
Meskipun demikian, manusia memiliki kekuatan non-fisik yang terpadu berupa kemam­puan rasional, imajinasi, hati nurani dan keyakinan terhadap kebenaran, sehingga manusia mampu membangun alam se­suai dengan kebutuhannya. Karena itu manusia tidak stabil dan memiliki pilihan hidup yang beragam. Di mana akhirnya keyakinan terhadap moralitas, pengetahuan tentang baik- buruk, benar-salah pilihan hidupnya menjadi sangat menen­tukan. Karena tanpa moralitas, kehidupan manusia akan menjadi sangat mengerikan, tidak hanya anarkhi tapi barangkali akan terjadi saling membunuh dan dampaknya akan merusak secara total sistem dan tatanan alam itu sendiri.
.
Berbicara soal moralitas cukup pelik. Sebab moralitas bukan sekedar tugas pemberian nasihat yang hanya menyentuh dan berupa himbauan yang bersifat teoretik serta tidak sampai pada upaya pemecahan masalah konkret. Etika sebagai sistem pengkajian terhadap moral pun bukan sekedar bertugas menyusun sederetan daftar perbuatan baik yang harus dikerja­kan serta perbuatan buruk yang harus ditinggalkan. Etika justru memiliki sifat dasar kritis, yang mempertanyakan hak berlakunya suatu norma. Hak perorangan, masyarakat, lembaga masyarakat, untuk memberlakukan norma yang harus ditaati oleh orang lain, sehingga orang lain tersebut wajib taat terha­dap norma tersebut.
.
Dengan kata lain etika dapat mengantar­kan orang memiliki kemampuan bersikap rasional dan kritis untuk mem­bentuk pendapatnya sendiri dan bertindak sesuai dengan ke­yakinan dan kebebasannya, kemampuannya untuk menentukan pilihan hidupnya, sehingga ia dapat dengan sung­guh-sungguh mempertanggungjawabkan pendapat serta pili­han tindakannya.

Dimensi etis dalam politik dan pemerintahan merupakan lingkup pembahasan etika normatif yang merupakan suatu pedoman yang mengarahkan secara konkret, tentang bagaimana manu­sia dalam salah satu keputusan tindakannya seharusnya di­jalankan. Konsep moral yang masih berupa nilai dasar umum bersifat “hitam” dan “putih”, tegas karena disusun semata-mata berdasarkan hati nurani manusia yang universal. Akan dihadapkan pada realitas yang namanya politik dan pemerintahan.
.
Reali­tas hidup manusia yang empiric semacam itu akan “memaksa” konsep moral umum mencari dataran baru. Konsep moral umum memerlukan penjabaran kriterianya. Persoalan penting yang muncul adalah apabila dikaitkan dengan analisis metaetika yang mempertanyakan relevansi etika normatif dalam kedudukannya sebagai etika makro. Berbagai pengalaman seringkali menunjukkan terjadinya kesenjangan, ketika kon­sep moral umum diturunkan ke tingkat normatif serta diha­dapkan pada kasus empirik.
.
Larangan “membunuh” menjadi rumit apabila dihadapkan pada kasus euthanasia, atau bahkan seolah kehilangan makna apabila terjadi pada perang, di mana membunuh lawan menjadi bagian dari kewajiban. Se­hingga pertanyaan dapat dilanjutkan, apakah pada dasarnya konsep moral tidak membutuhkan “pelembagaan” khusus. Kalau kesan tersebut benar sepatutnya kedudukan etika nor­matif sebagai suatu pedoman bertingkah laku ditinjau kem­bali. Persoalan baru yang muncul, atas dasar apakah perbuat­an manusia akan dinilai.
.
Kita mengetahui bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa pedoman. benturan antara kebutuhan terhadap etika normatif dengan keterbatasan nya meng­isyaratkan adanya kaitan metaetika dalam hal ini. Persoalan yang ingin diselesaikan adalah kelurusan antara konsep moral umum dengan etika normatif serta kasus konkret yang diha­dapi.
.
Etika merupakan filsafat praksis (praksiologis). Etika politik merupakan tema yang meletakkan etika sebagai praksiologi serta melibatkan secara langsung persoalan politik dalam dimensi benar-salah, baik-buruk yang tidak semata-mata bersifat teknis tetapi manusiawi.
.
C.A. van Peursen mengatakan bahwa dewasa ini pengetahuan dan per­buatan, ilmu dan etika saling bertautan. Tak ada pengetahuan yang pada akhirnya tidak terbentur pertanyaan, apakah se­suatu tindakan manusia itu baik atau buruk, bajik atau jahat. “Apa” yang dikerjakan oleh pertanyaan pengetahuan, harus dibarengi “bagaimana” seharusnya dari etika. Sehingga di sini etika dapat diterangkan sebagai suatu penilaian yang memperbincangkan bagaimana akibat teknik yang mengelola kelakuan manusia.
.
Dengan demikian lapangan yang dinilai etika jauh lebih luas daripada sejumlah kaidah bagi perorang­an, mengenai yang baik atau yang buruk, yang halal atau yang haram. Tetapi berkembang menjadi-apa yang diisti­lahkan oleh van Peursen-sebagai etika makro; yaitu merenca­nakan masyarakat sedemikian rupa sehingga kita belajar mempertanggungjawabkan kekuatan-kekuatan yang kita bangkitkan sendiri.
.
Semakin maju, semakin kaya suatu kebu­dayaan, semakin banyak persoalan yang kita hadapi, semakin banyak kita dihadapkan dengan situasi-situasi baru. Etika akhirnya merupakan suatu perencanaan atau strategi menye­luruh yang mengaitkan daya kekuatan alam dan masyarakat dengan bidang tanggung jawab manusiawi (van Peursen 1976: 178-193).
.
Kebijaksanaan kita dalam bidang tersebut adalah pemahaman tentang etika yang tidak hanya menyebut peraturan-peraturan yang tidak pernah berubah. Melainkan secara kritis mengaju­kan pertanyaan, bagaimana manusia bertanggung jawab ter­hadap hasil-hasil rekayasa manusia modern, hasil karya kebudayaan manusia, efek dari keputusan manusia baik di bidang sosial, ekonomi maupun politik.
.
Etika semacam itu harus membuktikan keampuhannya dalam menangani kasus-kasus konkret. Yang tidak lagi hanya memberi isyarat-isyarat normatif umum, melainkan langung melibatkan diri dalam peristiwa konkret. Sehingga terjadi hubungan timbal balik antara etika dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Etika serupa itu berdasarkan “interaksi”, yaitu hubungan tim­bal balik antara etika sebagai pedoman dengan masalah-ma­salah yang mem ”bumi”.
.
.
.


Popular posts from this blog

Tentang ASYB dan Pelantikan Pengurus ASYB Alumni SMA Yogyakarta Bersatu 2022 - 2025 [ Senin, 12 Sep 2022 ]

 . . ----- Tentang ASYB   ASYB Sebuah LEMBAGA TAKTIS dengan visi menjaga PANCASILA, NKRI dan Kebhinnekaan. Lembaga Taktis dengan pergerakan yang JUJUR, BERNURANI, ORGANIK, HETEROGEN, EGALITER, lepas dari kepentingan partai politik, dan atau dominasi elemen / lembaga / institusi / golongan tertentu, mampu menggapai akar rumput dan bukan untuk pengkultusan / pencitraan individu. . Basis massa ASYB adalah simpul jaringan Alumni SMA / Sekolah Menengah Atas Sederajat se DIY yang bervisi menjaga PANCASILA, NKRI dan Kebhinnekaan, namun demikian anggota ASYB adalah semua masyarakat, relawan, simpatisan yang dengan penuh kejujuran nurani, turut menemani, mengingatkan, dan menguatkan ASYB melalui simpul – simpul jaringan ASYB. . ASYB terbentuk pada 16 Februari 2019, setelah beberapa hari sebelumnya diadakan pertemuan beberapa perwakilan Alumni SMA DIY di Jakarta. ASYB dibentuk untuk menjaga dan menguatkan PANCASILA, NKRI dan Kebhinnekaan, misi ASYB awalnya hanya untuk jangka waktu pendek, target

Pertama di Indonesia, DPRD DIY Tandatangani Penolakan Ideologi Khilafah

. . Sebanyak 45 dari 55 anggota dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta menandatangani surat Janji Setia Kepada NKRI dan Ideologi Pancasila. Surat penandatanganan tersebut diberikan oleh FORSA Forum Selamatkan NKRI Yogyakarta kepada Ketua DPRD DIY dan semua pimpinan fraksi pada tanggal 10 Mei 2022 lalu.   Pada pertemuan tanggal 10 Mei di Ruang Sidang DPRD DIY tersebut dihadiri pimpinan dan ketua fraksi DPRD DIY, dan puluhan perwakilan FORSA NKRI DIY yang terdiri dari berbagai eksponen masyarakat. Hadir pula di dalamnya H. Idham Samawi, mantan bupati Bantul dan anggota DPR RI. Beberapa jurnalis juga meliput dalam peristiwa itu.   Pada prinsipnya FORSA NKRI DIY mengecam dan menyesalkan atas kecolongannya DPRD DIY pada 27 April 2022 atas masuknya sekelompok orang ke dalam lingkungan DPRD dan kemudian membuat petisi yang arahnya tidak menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara dalam praktek bernegara. FORSA DIY menduga kelompok tersebut adalah bagian

WORKSHOP LITERASI DIGITAL, KONTEN KREATIF DAN TEKNIS RESPON HOAX

FULLY BOOKED PENDAFTARAN DITUTUP ASYB Alumni SMA Yogyakarta Bersatu bekerjasama dengan Mafindo Masyarakat Anti Fitnah Indonesia didukung oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan : WORKSHOP LITERASI DIGITAL,  KONTEN KREATIF DAN TEKNIS RESPON HOAX , dengan tema Berfikir Sejenak Sebelum Jempol Bertindak dan Konten Kreatif. Pembicara : Fitria dan Team Mafindo https://www.mafindo.or.id/ Agus Mulyadi / Agus Magelangan https://www.instagram.com/agusmagelangan/ Moderator Krisnowi Inoez Kuss Indarto Hari : Sabtu 18 Maret 2023 Pukul : 09.00 sd 15.00 WIB Di : Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Daerah Istimewa Yogyakarta Jl. Tentara Rakyat Mataram No.31, Bumijo, Kec. Jetis, Kota Yogyakarta GRATIS TEMPAT TERBATAS   Pendaftaran dibuka s.d 16 Maret 2023 Melalui wa Text : Nama Lengkap (u/ pembuatan E-certificate)  No WA Email Tanggal lahir Domisili Organisas