Skip to main content

Selamat Ulang Tahun Ke 266 Yogyakarta - Sejarah Benteng Vredeburg

 

.

13 Maret 1755, Kasultanan Yogyakarta mengumandangkan proklamasi atau Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat. Ibu kota yang dipilih dari wilayah-wilayah yang dimiliki adalah Ngayogyakarta (Yogyakarta). 

9 Oktober 1755 Sultan Hamengku Buwono memulai pembangunan Kraton Yogyakarta. Saat pembangunan, Sri Sultan Hamengku Buwono I dan keluarga tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang. 

7 Oktober 1756.Pembangunan Keraton selesai  Sri Sultan Hamengku Buwono I beserta keluarga dan pengikutnya pun memasuki Kraton Yogyakarta pada 7 Oktober inilah diperingati menjadi Hari Ulang Tahun Yogyakarta

.

.
























.
.

Empat tahun kemudian Pangeran Mangkubumi [ HB I ] saat itu memang ditbawah tekanan  Belanda, memerintahkan dibangunnya  Benteng vredeburg. 

Pertama kali dibangun pada tahun 1760 atas perintah dari Sri Sultan Hamengku Buwono I atas permintaan pihak pemerintah Belanda yang saat itu dipimpin oleh Nicholaas Harting yang menjabat sebagai Gubernur Direktur Pantai Utara Jawa 

Adapun dalih awal tujuan pembangunan benteng ini adalah untuk menjaga kemananan keratin. Akan tetapi, maksud sebenarnya dari keberadaan benteng ini adalah untuk memudahkan pengawasan pihak Belanda terhadap segala kegiatan yang dilakukan pihak keraton Yogyakarta. Pembangunan benteng pertama kali hanya mewujudkan bentuk sederhana, yaitu temboknya yang ahnya berbahankan tanah, ditunjang dengan tiang-tiang yang terbuat dari kayu pohon kelapa dan aren, dengan atap ilalang. Bangunan tersebut dibangun dengan bentuk bujur sangkar yang di keempat ujungnya dibangun seleka atau bastion. Oleh Sri Sultan HB IV, keempat sudut itu diberi nama Jaya Wisesa (sudut barat laut), Jaya Purusa (sudut timur laut), Jaya Prakosaningprang (sudut barat daya), dan Jaya Prayitna (sudut tenggara).
Kemudian pada masa selanjutnya, gubernur Belanda yang bernama W.H. Van Ossenberg mengusulkan agar benteng ini dibangun lebih permanen dengan maksud kemanan yang lebih terjamin. Kemudian pada tahun 1767, pembangunan benteng mulai dilakukan di bawah pengawasan seorang arsitek Belanda bernama Ir. Frans Haak dan pembangunannya selesai pada tahun 1787. 

Setelah pembangunan selesai, benteng ini diberi nama "Rustenburg" yang berarti benteng peristirahatan. Pada tahun 1867, terjadi gempa hebat di Yogyakarta dan mengakibatkan banyak bangunan yang runtuh, termasuk Rustenburg. Kemudian, segera setelahnya diadakan pembangunan kembali benteng Rustenburg ini yang kemudian namanya diganti menjadi "Vredeburg" yang berarti benteng perdamaian. Hal ini sebagai wujud simbolis manifestasi perdamaian antara pihak Belanda dan Keraton.

Secara historis, sejak awal pembangunan hingga saat ini, terjadi beberapa kali perubahan status kepemilikan dan fungsi benteng, yang antara lain:
1. Tahun 1760-1765, pada awal pembangunannya status tanah tetap atas nama milik Keraton, tetapi penggunaannya di bawah pengawasan Nicolaas Harting, Gubernur Direktur wilayah Patai Utara Jawa.

2. Tahun 1765-1788, status tanah secara formal tetap milik Keraton, tetapi penguasaan benteng dan tanahnya dipegang oleh Belanda di bawah Gubernur W.H. Ossenberg.
3. Tahun 1788-1799, status tanah tetap milik keraton, kemudian pada masa ini, benteng digunakan secara sempurna oleh VOC.

4. Taghun 1799-1807, status tanah secara formal tetap milik Keraton, dan penggunaan benteng secara de facto menjadi milik pemerintah Belanda di bawah pemerintahan Gubernur Van De Burg.

5. Tahun 1807-1811, secara formal tanah tetap milik Keraton, dan penggunaan benteng secara de facto menjadi milik pemerintah Belanda di bawah pemerintahan Gubernur Daendels.

6. Tahun 1811-1816, secara yuridis benteng tetap milik Keraton, kemudian secara de facto benteng dikuasai oleh pemerintahan Inggris di bawah pimpinan Jenderal Raffles.

7. Tahun 1816-1942, sattus tanah tetap berada pada kepemilikan Keraton, dan secara de facto dipegang oleh pihak Belanda, sampai menyerahnya Belanda di tangan Jepang dan benteng ini mulai dikuasai penuh oleh pihak Jepang, yang ditandai dengan penandatanganan perjanjian Kalijati di Jawa Barat, Maret 1942.

8. Tahun 1942-1945, satus tanah tetap milik Keraton, tetapi secara de facto penguasaan berada di tangan Jepang sebagai markas Kempetei atau polisi jepang, gudang mesiu, dan rumah tahanan bagi orang-orang Belanda dan Indo-Belanda serta kaum politisi RI yang menentang Jepang.

9. Tahun 1945-1977, status tanah tetap milik Keraton, setelah proklamasi kemerdekaan RI pada tahun 1945, benteng diambil alih oleh instansi militer RI. Dilanjutkan dengan diambil alih kembali oleh pihak Belanda tahun 1948 karena adanya peristiwa Agresi Militer Belanda II, dan akhirnya direbut kembali oleh Indonesia setelah adanya peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 dan pengelolaan benteng ditangani oleh APRI (Angkatan perang Republik Indonesia).

10. Tahun 1977-1992, dalam periode ini, satus pengelolaan benteng diserahkan kembali pada pemerintahan Yogyakarta oleh pihak Hankam, dan pada tanggal 9 Agustus 1980 diadakan perjanjian tentang pemanfaatan bangunan bekas benteng Vredeburg antara Sri Sultan HB IX dengan Mendikbud DR. Daud Jusuf. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan dari Mendikbud Prof. Dr. Nugroho Notosusanto tanggal 5 November 1984 bahwa bekas benteng Vredeburg ini akan difungsikan sebagai sebuah museum. Tahun 1985, Sri Sultan HB IX mengijinkan diadakannya perubahan bangunan sesuai dengan kebutuhannya, dan tahun 1987, museum benteng Vredeburg baru dibuka untuk umum. Mengenai status tanah pada periode ini tetap milik Keraton.

11. Tahun 1992 sampai sekarang, berdasarkam SK Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan No. 0475/0/1992 tanggal 23 November 1992, secara resmi Museum Bneteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Vredeburg Yoyakarta yang menempati tanah seluas 46.574 m persegi. Kemudian tanggal 5 September 1997, dalam rangka peningkatan fungsionalisasi museum, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mendapat limpahan untuk mengelola museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman Yogyakarta berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM. 48/OT. 001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003.

Popular posts from this blog

Pertama di Indonesia, DPRD DIY Tandatangani Penolakan Ideologi Khilafah

. . Sebanyak 45 dari 55 anggota dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta menandatangani surat Janji Setia Kepada NKRI dan Ideologi Pancasila. Surat penandatanganan tersebut diberikan oleh FORSA Forum Selamatkan NKRI Yogyakarta kepada Ketua DPRD DIY dan semua pimpinan fraksi pada tanggal 10 Mei 2022 lalu.   Pada pertemuan tanggal 10 Mei di Ruang Sidang DPRD DIY tersebut dihadiri pimpinan dan ketua fraksi DPRD DIY, dan puluhan perwakilan FORSA NKRI DIY yang terdiri dari berbagai eksponen masyarakat. Hadir pula di dalamnya H. Idham Samawi, mantan bupati Bantul dan anggota DPR RI. Beberapa jurnalis juga meliput dalam peristiwa itu.   Pada prinsipnya FORSA NKRI DIY mengecam dan menyesalkan atas kecolongannya DPRD DIY pada 27 April 2022 atas masuknya sekelompok orang ke dalam lingkungan DPRD dan kemudian membuat petisi yang arahnya tidak menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara dalam praktek bernegara. FORSA DIY menduga kelompok tersebut adalah bagian

Pelantikan Pengurus ASYB Alumni SMA Yogyakarta Bersatu 2022 - 2025 [ Senin, 12 Sep 2022 ]

 . . . DEWAN PENASIHAT, DEWAN PENGAWAS, dan DEWAN PAKAR  turut menyaksikan Pelantikan PENGURUS ASYB 2022 - 2025 [ Hybrid - Senin 12 Septembr 2022 ] Dewan 16 +  Pengurus 30 16 DEWAN  TURUT MENYAKSIKAN PELANTIKAN PENGURUS Dewan Penasihat 1. Achmad Charris Zubair  - Ketua Dewan Penasihat 2. Arif Nurcahyo   3. Kyai Haji Muhammad Jadul Maula  4. Lestanta Budiman / Adi Lobo  Dewan Pengawas 5. Hillarius Ngaji Merro – Ketua Dewan Pengawas 6. H. Datuk Sweida Zulalhamsyah  7. Hasan Syaifullah   8. Purohatu  9. Yuliani P. S.  Dewan Pakar 10. Joseph Kristiadi  - Ketua Dewan Pakar 11. Butet Kartaredjasa   12. Kyai Haji Mohammad Imam Aziz  13. Ki Soemarsono Noto Widjojo   14. Thomas Sugijata  15. Timoti Apriyanto   16. Zuly Qodir  PENGURUS DILANTIK : Pengurus [ 30 orang ]  PENGURUS HARIAN -------------------------- 17. Ketua Umum - Nana Je Justina  18. Wakil Ketua - Ganis Ahmadiningrat  19. Sekretaris - Bayu Hendarta  20. Wakil Sekretaris - P. Eko Jatisaputro  21. Sekretariat 1 - Ery Yuni Suciati 

PETISI Simpul Jaringan Masyarakat Nasionalis Anti-Khilafah DIY di DPRD Malioboro 30 April 2022

Audiensi lanjutan tanggal 10 Mei 2022 cek : Lipuatn : https://www.alumnismayogyakartabersatu.com/2022/05/audiensi-ii-forsa-nkri-ke-dprd-diy.html Dokumnetasi https://www.alumnismayogyakartabersatu.com/2022/05/dokumentasi-audiensi-forsa-nkri-ke-dprd.html . Simpul Jaringan Masyarakat Nasionalis Anti-Khilafah DIY yang tergabung dalam Forsa NKRI terdiri dari lebih dari 50 simpul jaringan dan perwakilan masyarakat, mendatangi  Lobby gedung DPRD Malioboro Yogyakarta 30 April 2022 Pukul 14.00 disambut oleh  Dr R. Stevanus C Handoko S.Kom., MM. -  Anggota Dewan Anggota Komisi D - Partai Solidaritas Indonesia . Kali ini bermaksud menegaskan penolakan ide / wacana Negara Khilafah yang masih disuarakan kelompok - kelompok tertentu di DIY dengan melakukan orasi di area Gedung DPRD beberapa hari lalu. . Video yang beredar saat adanya kelompok melakukan Orasi di area Gedung DPRD Malioboro tidak dapat di tolerir. Upaya mengganti Sistem Negara yang diwacanakan oleh kelompok  dan siapapun bahkan di dala