Sejarah Hari Ibu di Indonesia
Dalam buku Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama (1991)
yang ditulis Suratmin dan Sri Sutjiatiningsih diterangkan, kongres yang
melatarbelakangi “Hari Ibu” dilangsungkan di Yogyakarta, tepatnya di Ndalem
Joyodipuran. Sekarang, gedung itu digunakan sebagai Kantor Balai Pelestarian
Sejarah dan Nilai Tradisional yang terletak di Jalan Brigjen Katamso,
Yogyakarta. Kongres Perempuan Indonesia I yang berlangsung pada masa
pemerintahan kolonial Hindia Belanda itu diikuti oleh tidak kurang dari 600
perempuan dari puluhan perhimpunan wanita yang terlibat. Mereka berasal dari
berbagai macam latar belakang suku, agama, pekerjaan, juga usia.
Sementara itu, Susan Blackburn dalam buku Kongres Perempuan Pertama
(2007) mencatat, sejumlah organisasi perempuan yang terlibat antara lain Wanita
Oetomo, Poetri Indonesia, Wanita Katolik, Aisyiyah, Wanita Moeljo, Darmo
Laksmi, Wanita Taman Siswa, juga sayap perempuan dari berbagai organisasi
pergerakan seperti Sarekat Islam, Jong Java, Jong Islamieten Bond, dan
lain-lain. Para perwakilan dari perhimpunan pergerakan, partai politik, maupun
organisasi pemuda juga datang ke Kongres Perempuan Indonesia perdana ini,
termasuk wakil dari Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Muhammadiyah, Partai Nasional
Indonesia (PNI), Jong Java, Jong Madoera, Jong Islamieten Bond, dan seterusnya.
Panitia Kongres Perempuan Indonesia I dipimpin oleh R.A. Soekonto yang
didampingi oleh dua wakil, yaitu Nyi Hadjar Dewantara dan Soejatin. Dalam
sambutannya, dinukil dari buku karya Blackburn, R.A. Soekonto mengatakan:
“Zaman sekarang adalah zaman kemajuan. Oleh karena itu, zaman ini sudah
waktunya mengangkat derajat kaum perempuan agar kita tidak terpaksa duduk di
dapur saja. Kecuali harus menjadi nomor satu di dapur, kita juga harus turut
memikirkan pandangan kaum laki-laki sebab sudah menjadi keyakinan kita bahwa
laki-laki dan perempuan mesti berjalan bersama-sama dalam kehidupan umum.” “Artinya,”
lanjut R.A. Soekonto, “perempuan tidak [lantas] menjadi laki-laki,
perempuan tetap perempuan, tetapi derajatnya harus sama dengan laki-laki,
jangan sampai direndahkan seperti zaman dahulu.” Terbentuknya
Perikatan Perempuan Indonesia atau PPI Selain diisi dengan pidato atau orasi
tentang kesetaraan atau emansipasi wanita oleh para tokoh perempuan yang
terlibat, kongres ini juga menghasilkan keputusan untuk membentuk gabungan
organisasi wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).
Slamet Muljana dalam buku
Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan (2008), memaparkan dua
tahun setelah kongres pertama itu, kaum perempuan di Indonesia itu menyatakan
gerakan wanita adalah bagian dari pergerakan nasional. Dengan kata lain,
perempuan wajib ikut serta memperjuangkan martabat nusa dan bangsa. Tanggal
hari pertama Kongres Perempuan Indonesia I pada 22 Desember 1928 inilah yang
kemudian menjadi acuan bagi pemerintah RI untuk menetapkan peringatan Hari Ibu,
yang diresmikan oleh Presiden Sukarno melalui Dekrit Presiden RI No.316 Tahun
1953.
Peringatan Hari Ibu
ke 93 tahun 2021
Pada masa sekarang, relevansi peringatannya memiliki maksud untuk
senantiasa mengingatkan generasi muda tentang makna Hari Ibu itu sendiri.
Mengutip kata-kata dari Ibu Siti Musdah Mulia, Staf Ahli Menteri Agama bidang
ubungan Kerjasama Internasional, dalam acara Peringatan Hari Ibu tanggal 22
Desember lalu di Universitas Kristen Satya Wacana, "Hari Ibu
adalah bagian dari semangat humanisme," Hari ini Hari ibu bisa dikatakan sebagai sebuah momentum yang berupaya untuk menempatkan
sosok perempuan pada kemerdekaan diri, hari yang memanusiakan manusia, terbebas
dari diskriminasi dan kekerasan seksual.
"Melalui hari ibu, kami mengharapkan agar perempuan mendapatkan hak
seluas-luasnya sebagai bagian dari warga bangsa yang aman, sehingga dapat turut
serta memajukan Indonesia," tutup Siti Musdah Mulia.
Pada Peringatan Hari Ibu ke-93 di tahun 2021 ini pun, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengusung tema “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”. Pesan yang ingin disampaikan melalui tema ini adalah merayakan kemajuan dan keberhasilan yang telah dicapai oleh para perempuan di Indonesia. Momen ini juga sekaligus menjadi refleksi bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan agar perempuan-perempuan Indonesia bisa terus berperan sejajar dengan laki-laki dalam mengisi lini kehidupan.
Peringatan Hari Ibu
bukan saja peringatan untuk mengucapkan terima kasih atas jasa para ibu yang
begitu istimewa bagi seluruh masyarakat Indonesia, tetapi lebih dari itu,
Peringatan Hari Ibu bertujuan mendorong semua pemangku kepentingan dan
masyarakat luas untuk memberikan perhatian dan pengakuan akan pentingnya
eksistensi perempuan dalam berbagai sektor pembangunan.
Peringatan Hari Ibu
sesungguhnya merupakan suatu bentuk apresiasi bagi semua perempuan Indonesia,
atas peran, dedikasi, serta kontribusinya bagi keluarga, masyarakat, bangsa,
dan negara. Akhir kata, kepada seluruh perempuan Indonesia, kami mengucapkan
selamat Hari Ibu ke-93!