"Guru di seluruh Indonesia menangis melihat murid mereka semakin
hari semakin bosan, kesepian, dan kehilangan disiplin," Nadim Makarim –
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, pada Upacara Peringatan
Hari Guru Nasional 2021
Meski pandemi Covid-19 penuh ujian dan tantangan bagi para guru namun
kita semua tahu bahwa kondisi ini tidak mengurangi semangat para guru untuk
melakukan adaptasi bahkan perubahan agar siswa tetap dapat belajar dan tidak
ketinggalan pelajaran.
Dalam pidatonya pada Hari Guru kali ini, Nadiem Makarim mengatakan bahwa
adanya pandemi menyebabkan guru terpukul secara ekonomi, kesehatan dan juga
batin. Dan untuk memastikan siswa tidak ketinggalan pelajaran, guru di beberapa
daerah pun sampai mendatangi rumah para siswanya. Guru juga “dipaksa” untuk
mempelajari teknologi yang belum pernah mereka kenal. Kurikulum pun
disederhanakan untuk memastikan para siswa tidak belajar dibawah tekanan.
Guru tidak putus asa…
Beberapa catatan yang dimiliki Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)
terkait pembelajaran jarak jauh di Indonesia, menyebutkan bahwa
- Catatan
pertama adalah sumber daya manusia tidak siap menghadapi dampak pandemi di
bidang pendidikan. Pembelajaran di Indonesia tidak pernah di desain untuk
system jarak jauh, luring maupun daring. Guru hanya tahu dan
dipersiapkannya untuk pembelajaran normal atau konvensional. Awal Maret
hingga Juni tahun lalu guru masih tergopoh-gopoh menghadapi PJJ khususnya
pembelajaran daring, karena keterampilan mereka di dalam menggunakan
perangkat digital dan penggunaan aplikasi pembelajaran online itu masih
sangat minim. Pelatihan-pelatihan guru itu sebelumnya sangat konvensional
dan awam dengan perkembangan digital. Akan tetapi, dalam perkembangannya,
mulai tahun ajaran baru hingga saat ini, banyak guru mulai adaptif dan
meningkat kapasitasnya.Bahkan, berdasarkan riset P2G pada bulan Desember
2020, ada peningkatan semangat guru dalam mengelola pembelajaran online
khususnya karena terkait dengan aplikasi-aplikasi pembelajaran berbasis digital
yang akhirnya mereka tahu dan mempermudah pekerjaan mereka.
- Catatan
kedua terkait dengan kualitas anak didik, ancaman terjadinya learning lost
memang bukan omongan belaka, tapi itu fakta, pada riset P2G bulan Desember
2020 capaian materi dan pemahaman materi siswa hanya mencapai 40 persen.
Artinya, ada 60 persen tidak tercapai, atau sia-sia karena untuk anak
didik tentu saja berbeda lagi tantangannya dalam beradaptasi dengan
perubahan cara belajar
- Catatan
ketiga adalah persoalan infrastruktur. Pemerintah pusat dalam hal ini
Kemendikbud, Kemenag dan lintas Kementerian lainnya serta pemerintah
daerah tidak mempersiapkan secara maksimal kebutuhan infrastruktur
penunjang PJJ sehingga masih terjadi disparitas infrastruktur di berbagai
daerah. Contoh PJJ di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T)
misalnya, guru-guru di daerah tersebut mempraktikan PJJ dengan cara
mengunjungi rumah-rumah siswa atau dengan metode luring, karena tidak ada
akses internet yang memadai, atau murid tidak punya gawai, bahkan gurupun
tidak punya. Guru tidak bisa bertemu anak didik setiap hari karena
berbagai faktor, salah satunya jarak rumah guru dengan siswa yang tidak
dekat ataupun faktor lainnya.
- Catatan
berikutnya, menurut P2G terkait dengan kurikulum darurat yang digunakan
dalam pandemi Covid-19. Kendati demikian, Mendikbud Nadiem sudah cukup
baik dalam merespons kebutuhan tersebut.
- Catatan
terakhir, yakni soal kebijakan negara dalam mengakselerasi kebutuhan
pembelajaran jarak jauh. Kebijakan negara itu, menurut Satriwan sudah cukup
banyak, salah satunya yaitu terkait dengan bantuan kuota
internet.
Selain catatan-catatan diatas, berbagai kejadian dialami oleh pendidik
dan peserta didik menerapkan pembelajaran jarak jauh di masa pandemi ini.
Sejumlah cerita tragis hingga menyentuh mewarnai perjalanan mereka selama ini.
Bukan hanya anak, orang tua yang harus/terpaksa mengajar anak-anak
menjadi depresi dan frustrasi karena mungkin sulit menyesuaikan diri dengan
sistem belajar online, kehilangan pemasukan keluarga atau karena fasilitas
internet dan perangkat yang dibutuhkan dalam belajar di rumah, alasan-alasan
inilah yang memicu kekerasan pada anak dan bahkan bunuh diri. Meningkatnya
angka pernikahan anak karena berhenti/putus bersekolahpun juga terjadi. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku kebijakan pembelajaran jarak jauh
yang dijalankan selama pandemi Covid-19 menjadi pemicu siswa berhenti sekolah.
Akibat pandemi ini, siswa yang tidak bisa mengikuti PJJ selama berbulan-bulan
akhirnya memutuskan bekerja dan menikah dini. "Dari temuan KPAI, ada 119
siswa yang menikah, laki-laki maupun perempuan, yang usianya berkisar 15-18
tahun," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam
siaran persnya, Rabu (17/2/2021).
Harapan pembelajaran tatap muka untuk mengatasi berbagai persoalan PJJ
muncul setelah vaksinasi untuk guru dan tenaga kependidikan dimulai pada Rabu
(24/2/2021) di Jakarta. Pemerintah paham bahwa memprioritaskan guru untuk
mendapatkan akses vaksinasi selain tenaga medis diharapkan dapat mengatasi dan menghindari
lebih jauh dampak-dampak diatas,. Target akhir Juni 2021 5 juta pendidik sudah
harus divaksin lengkap, sehingga bulan Juli saat mulai ajaran baru, bisa
dilakukan pembelajaran tatap muka secara bertahap. Dengan tetap mematuhi
protokol kesehatan di sekolah dengan baik. Sehingga, semua bisa melatih
kebiasaan baru yakni proses sekolah tatap muka dengan menerapkan protokol
kesehatan yang baik.
Semoga kedepannya kondisi Pendidikan Indonesia semakin membaik,
pengalaman berat selama beberapa tahun belakangan memberikan pelajaran yang
berharga bagi semua pihak, demi masa depan Anak-anak Indonesia yang lebih baik
Sekali lagi Selamat Hari Guru, pada Pendidik Bangsa !
*artikel dibrangkum dari berbagai sumber