Skip to main content

Perlunya Beragama yang "Ngintelek" - Oleh: Ulil Abshar Abdalla

.

Perlunya Beragama yang "Ngintelek"

.

Oleh: Ulil Abshar Abdalla

.

Saya ingin jeda sebentar setelah menulis dua catatan agak panjang mengenai fenomena new-atheism. Agar saya sendiri, dan juga teman-teman yang kebetulan mengikuti tulisan saya, tidak "spaneng", saya akan menulis hal lain. Tentu ini masih terkait dengan soal hubungan agama dan sains.

.

Saya akan mulai dengan sebuah anekdot kecil yang terjadi pada tahun 90an.

.

Pada 21 Oktober 1992, Nurcholish Madjid alias Cak Nur menyampaikan sebuah pidato kebudayaan yang amat penting di TIM (Taman Ismail Marzuki). Pidato ini kemudian menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan. Majalah Media Dakwah menjadikannya sebagai sasaran "bully" selama beberapa edisi, dengan ulasan yang kasar.

.

Saya hadir dalam pidato yang amat memukau itu. Seluruh tribun di Teater Kecil penuh sesak, memaksa banyak audiens yang datang terlambat duduk "ngglesot" di sekitar meja pembicara. Pemandangan malam itu betul-betul "surrealistik" dan memukau: sebuah ceramah agama yang berlangsung di tempat yang "sekular" seperti TIM itu bisa menyedot pengunjung yang membludak.

.

Ceramah ini diselenggarakan sebagai bagian dari seri Pidato Kebudayaan yang digagas oleh DKJ (Dewan Kesenian Jakarta). Malam itu, Salim Said yang menjadi inisiator kegiatan ini tampil sebagai moderator. Setelah ritual petatah-petitih yang amat singkat (ia rupanya tahu, hadirin tidak sedang ingin mendengarkan omongan dia!), Salim Said segera mempersilahkan Cak Nur naik ke podium.

.

Itulah pertama kali dalam hidup saya menyaksikan Cak Nur berceramah. Selama bertahun-tahun saya, sejak di pondok pesantren, hanya membaca pikiran-pikirannya, dengan penuh takjub. Ketakjuban saya sederhana: kok ada santri yang bisa berbicara tentang Islam dengan bahasa modern yang keren seperti itu.

.

Cak Nur rupanya telah menyiapkan sebuah makalah yang cukup panjang. Saya yang saat itu masih seorang mahasiswa dengan dompet super tipis (bukan karena isinya kartu kredit, tetapi benar-benar tak berisi), memaksakan diri untuk membeli makalah itu. Sepuluh ribu rupiah. Bagi saya, ini karya penting yang harus saya miliki.

.

Malam itu, Cak Nur membicarakan panjang lebar tentang fenomena fundamentalisme agama, serta kekerasan yang dilakukan atas nama Tuhan. Ia kemudian merumuskan gagasan tentang Islam yang hanif, samhah, toleran, dengan struktur argumen yang canggih, memukau, dan ditulis dalam bahasa yang elegan. Kemampuan orasi dan retorik Cak Nur, tanpa bisa dibantah lagi, sangat mengesankan. Kekayaan literatur dia dari pelbagai bahasa (Arab, Inggris, Persia, Perancis), membuat ceramahnya begitu memikat, terutama bagi kalangan kelas menengah Jakarta.

.

Malam itu, Islam disuguhkan oleh Cak Nur dalam bungkus yang "ngintelek", dengan bahasa kelas menengah kota, dengan cara yang sesuai dengan tuntutan kaum terdidik yang menghendaki suatu konstruksi agama yang rasional.

.

Saya berandai-andai: jika malam itu Richard Dawkins datang, mungkin ia tak akan punya kesimpulan bahwa beragama identik dengan "gagal dewasa." Mungkin dia tak akan menulis buku "Outgrowing God" yang saya bahas dalam dua tulisan sebelumnya. Mungkin. Who knows?

.

Yang masih saya ingat dari ceramah malam itu adalah satu: Begitu dibuka sesi tanya-jawab, orang yang bertama "ngacung" adalah Nono Anwar Makarim, seorang aktivis dari angkatan '66 yang belakangan kuliah di Harvard University dan menjadi lawyer terpandang. Pak Nono (begitu saya sering memanggilnya) menyampaikan secara jujur keterpukauannya terhadap ceramah Cak Nur.

.

Kira-kira, berdasarkan ingatan saya yang mungkin tidak seluruhnya tepat, dia mengatakan seperti ini (ini kalimat saya, bukan kalimat Pak Nono): Ceramah Cak Nur telah mengubah pandangan saya terhadap agama. Agama tidak identik dengan pikiran yang terbelakang dan "kampungan". Kepercayaan saya pada agama pulih kembali!

.

Saya kira, komentar Pak Nono ini mewakili secara umum pandangan sejumlah (tidak semuanya) kalangan menengah dan atas di kota-kota besar pada masa itu. Pandangan ini, mungkin, sebagian masih bertahan hingga sekarang. Di kalangan yang sangat "highly educated and well-informed" ini, barangkali agama tampil dalam gambar yang amat buruk: reaksioner, anti-modernitas, anti-akal, tidak canggih, kampungan, dsb. Agama dipandang dalam cara yang populer pada tahun-tahum 60an dan 70an ketika teori modernisasi sedang marak: yaitu kekuatan anti-kemajuan, progress.

.

Pidato Cak Nur malam itu bertindak seperti "ghost buster", membuyarkan pandangan yang amat "stereo-typical" tentang agama selama ini. Cak Nur telah mengembalikan kepercayaan orang-orang seperti Nono Anwar Makarim terhadap agama. Agama, di tangan Cak Nur, bisa ditegakkan sebagai bangunan yang rasional dan modern.

.

Tetapi, tidak semua orang senang dengan langkah Cak Nur ini. Kalangan konservatif yang diwakili oleh Majalah Media Dakwah, dan belakangan jejaknya diteruskan oleh Sabili, mengecam gagasan-gagasan yang disampaikan Cak Nur malam itu. Sebuah "pengadilan yang kasar" dilakukan belakangan di Masjid Amir Hamzah di lingkungan TIM. Saya hadir juga dalam pengadilan ini. Tampil sebagai jaksa dan pendakwa: Daud Rasyid, seorang lulusan dari Cairo University (kampus yang sebetulnya sekuler, bukan seperti Universitas al-Azhar).

.

Cak Nur hadir dalam pengadilan ini, didampingi oleh Utomo Danandjaja, walau dia tak diundang. Ia, rupanya, ingin mendengar langsung bagaimana pandangan orang-orang yang tak sepakat dengan dirinya. Setelah Daud Rasyid membacakan "dakwaannya", Cak Nur diberikan kesempatan untuk menyampaikan tanggapan.

.

Cak Nur memberikan pidato pendek dengan gaya yang santun dan amat toleran. Saya terpukau saat itu oleh "humility", kerendah-hatian yang ditunjukkan Cak Nur. Sebagian besar audiens adalah pembenci pikiran-pikiran dia. Sepanjang Daud Rasyid membacakan "makalah dakwaan"-nya, teriakan takbir diteriakkan keras sekali oleh hadirin. Saya "ndepipis" di pojok masjid Amir Hamzah menyaksikan pengadilan yang kasar itu.

.

Di perjalanan pulang, saya geleng-geleng kepala, "mbatin" dalam hati: kenapa orang-orang Islam ini begitu kasar menghadapi sebuah pemikiran yang berbeda? Padahal gagasan Cak Nur inilah yang membawa kelas terdidik justru "balik" lagi kepada Islam, dan menaruh kepercayaan pada agama.

.

Saya berandai-andai untuk kedua kalinya: Jika Richard Dawkins hadir dalam acara pengadilan itu, dia tentu akan gembira sekali, dan akan mengabarkan kepada dunia: I told you! Saya sudah bilang, orang-orang beragama itu memang gagal dewasa. Sikap mereka seperti kanak-kanak. Pamandangan di masjid Amir Hamzah itu tentu memperkuat alasan Dawkins untuk menulis buku "Outgrowing God" itu.

.

Kisah ini saya tuturkan kembali untuk menyampaikan satu poin pokok: bahwa kita ndak bisa tidak kecuali menghadirkan Islam dalam dunia modern ini dengan kemasan yang "ngintelek". Tingkat pendidikan publik meningkat terus, sementara sumber-sumber bacaan yang mereka "kunyah" kian beragam. Teknologi digital telah menyebabkan lahirnya fenomena "pluralitas bacaan yang ekstrem". Kita tak bisa lagi menyampaikam ajaran Islam dengan "bahasa" lama.

.

Saya beruntung lahir dari tradisi Islam pesantren yang sejak dini mendedahkan kekayaan intelektual Islam klasik yang begitu kaya. Saya membaca itu semua, dan ini menyiapkan saya sejak dini untuk bergulat dengan Islam bukan semata-mata sebagai iman dan agama, tetapi juga sebagai tradisi pemikiran yang menyuguhkan arsitektur intelektual yang memukau.

.

Para sarjana klasik Islam seperi al-Ghazali, Ibn Rusyd, Fakhruddin al-Razi, al-Taftazani, Ibn Arabi, al-Thusi, Suhrawardi, Mulla Sadra, dll., di mata saya, adalah "the giants of intellect," raksasa-raksasa pemikiran yang levelnya tak kalah dari para filsuf Eropa modern: Bertrand Russell, Alfred N. Whitehead, Louis Althusser, Jacques Derrida, Michel Foucault, Theodor W. Adorno, Jürgen Habermas, dll.

.

Islam hadir dalam sejarah bukan saja sebagai agama, tetapi juga sebagai peradaban ilmu. Dan peradaban inilah yang mesti kita bangkitkan lagi sekarang: hadarat al-'ilm. Hanya satu saja yang kita butuhkan: kurangi rasa inferioritas di hadapan kehebatan intelektual Barat. Pemikir Muslim harus membangun kepercayaan diri kembali bahwa peradaban ilmu yang diwariskan raksasa-raksasa seperti al-Ghazali itu bisa diteruskan dan dikembangkan lagi.

.

Dan inilah, saya kira, jawaban Islam untuk kemelut kultural yang terjadi di era "post-truth" sekarang.

.

Sekian.

.

.

Popular posts from this blog

SYAWALAN 2023 dan Forum Bincang Santai Bersama Pembicara Tamu dan Simpul Jaringan Refleksi Menuju Persiapan PEMILU PRESIDEN 2024

 . Salam sehat kawan  kawan ASYB juga dari lintas jaringan,  Syawalan ASYB Mei 2023, selain nantinya sebagai forum Silaturahmi, bahkan kenalan bagi kawan kawan yang baru kenal  juga yang baru brgabung dengan ASYB, juga kawak - kawan bisa berkenalan dengan simpul jaringan Nasionalis Moderat lain di DIY Syawalan akan diadakan Rabu 17 Mei 2023 Pk 17.30 Registrasi Pk 18.00 Bincang Santai Lokasi dan Waktu sudah dikirimkan Japri oleh Panitia kepada masing - masing pendaftar. Pada  Syawalan ASYB juga akan diadakan : BINCANG SANTAI Dengar pendapat, forum rembug Narahubung juga kawan - kawan ASYB lain, dan tokoh simpul jaringan, untuk saling mendengarkan sehingga akan menjadi bekal fondasi yang lebih mantap, kita secara kelembagaan, simpul jaringan Nasionalis Moderat ( dan juga bagi pribadi ), untuk bagaimana kita masing - masing  bersikap  menuju PEMILU 2024.  Akan menghadirkan pembicara  diantaranya :  1. Irfan Afifi - Budayawan | Penulis | Direktur Langgar.co [ Pembicara Tamu ]  2. Subkhi R

9 April 2022 Malioboro : Flashmob TANAH AIRKU - ASYB SIV | GK Ladies | Komunitas Biola Jogja Kawan ASYB

Reuni Kecil ASYB dan kawan - kawan simpul jaringan dan Komunitas Sabtu, 9 April 2022 [ Realisasi Agenda ASYB dkk ke #143 ]  .  . . . . . . . . VIDEO FLASH MOB FlashMob . . Video BTS dari KOMBIOJOG Komunitas Biola Jogja . .   Link Video Unggahan Jogya :  https://fb.watch/cmPTG_HY9K/ . . . Reuni Kecil ASYB dan kawan - kawan simpul jaringan dan Komunitas Sabtu, 9 April 2022 [ Realisasi Agenda ASYB dkk ke #143 ]  . ASYB Alumni SMA Yogyakarta Bersatu bersama simpul - simpul jaringan GK Ladies / Galang Kemajuan Ladies juga SIV Satu Indonesia Voice ASYB  dan  juga adik adik KOMUNITAS BIOLA Jogja asuhan Abang Ucok Hutabarat  kawan – kawan simpatisan, Reuni Kecil mumpung Jogja cukup aman dari pandemi. . Barengan bikin Flashmob tampil dengan lagu Nasional TANAH AIRKU di depan Gedung DPRD Malioboro. Alhamdulillah acara lancar berkat pangestu Gusti Sang Maha dan pasti juga kerja sama kerja cerdas dalam senyap dan support Bapak ibu kawan kawan semua ; . mbak mbak GALANG KEMAJUAN LADIES  1. Retno D

PERNYATAAN SIKAP ASYB dan Dengar Pendapat ASYB Sabtu 11 November 2023

  Alhamdulillah Puji Syukur,  pada Sabtu 11 November 2023 Hearing / Dengar Pendapat ASYB telah terlaksana dengan lancar di Yogyakarta. Dihadiri Wakil dari Partai Pengusung Pasangan Capres Cawapres, Narahubung ASYB, Dewan ASYB juga Pengurus Forum Dengar pendapat bersifat tertutup, dihadiri oleh Pembicara : Bp. Idham Samawi - PDIP  Bp. John S Keban - GOLKAR Bp. Achmad Charris Zubair - Ketua Dewan Penasihat ASYB Bp. Zuly Qodir - Anggota Dewan Pakar ASYB Moderator Bp Krisno Wibowo Inoez ---------  PERNYATAAN SIKAP RESMI ASYB ALUMNI SMA YOGYAKARTA PER 11 NOVEMBER 2023    Klik gambar untuk memperbesar atau Cek Narasi pada body Text  Klik gambar untuk memperbesar atau  Cek Narasi pada body Text  Klik gambar untuk memperbesar atau  Cek Narasi pada body Text  ---------  PERNYATAAN SIKAP ASYB ALUMNI SMA YOGYAKARTA BERSATU 11 NOVEMBER 2023 MENUJU PEMILU DAMAI, JUJUR DAN ADIL 2024 No. Ref. 20231115/001-ASYB/EJ ASYB Alumni SMA Yogyakarta Bersatu sebagai LEMBAGA TAKTIS dengan visi menjaga PANCASILA